www.poker899x.online - Agen Poker Terbaik Dan Terpercaya Di Indonesia - Menyediakan 7 Games Dalam 1 ID Seperti : POKER , DOMINO , BANDAR CEME , CEME KELILING , CAPSA , SUPER10 Dan OMAHA - Bonus New Member Kami sd Rp 20.000 , Bonus Next Deposit 5% , Bonus Turn Over sd 0,5% , Bonus Refferal 15% , Bonus Bulanan - Support Bank : BCA , BNI , BRI , MANDIRI, DANAMON - Support Pembayaran Via Pulsa Telkomsel , Xl , Gopay , Ovo Dan Dana

Senin, 03 Februari 2020

Selingkuh Dengan Adik Iparku




CerSex899 - “Lagi Masak apa nih Yan?” kataku sedikit mengagetkan adik iparku, yang waktu itu sedang berdiri sekalian memotong-motong tempe kesukaanku di meja dapur. “Ngagetin saja sich, hampir saja terkena tangan nih,” tuturnya sekalian menunjuk ibu jarinya dengan pisau yang digenggamnya. “Tapi tidak sampai keiris kan?” tanyaku merayu. “Mbak Ratri mana Mas, kok tidak saling pulangnya?” tanyanya tanpa ada menolehku. “Dia lembur, kelak saya jemput terlepas magrib,” jawabku. “Kamu tidak ke universitas?” saya balik menanyakan. “Tadi sesaat, tetapi tidak jadi kuliah. Jadi pulang cepat.” “Aauww,” teriak Yani mendadak sekalian memegangi salah satunya jarinya. Saya langsung mendatanginya, serta kulihat memang benar ada darah menetes dari jari telunjuk kirinya. “Sini saya bersihkan,” kataku sekalian membungkusnya dengan serbet yang saya capai demikian saja dari atas meja makan.

Yani terlihat meringis waktu saya menetesinya dengan Betadine, walaupun lukanya cuma cedera potongan kecil saja sebetulnya. Sesaat saya menetesi jarinya itu sekalian kubersihkan sisa-sisa darahnya (narasi porno yang lain). Yani terlihat kelihatan canggung waktu tanganku terus membelai-belai jarinya. “Udah ah Mas,” tuturnya berupaya menarik jarinya dari genggamanku. Saya pura-pura tidak dengar, dam terus mengusapi jarinya dengan tanganku. Saya selanjutnya menuntun ia untuk duduk di bangku meja makan, sekalian tanganku tidak melepas tangannya. Sedang saya berdiri persis di sebelahnya. “Udah tidak apa-apa kok Mas, Terima kasih ya,” tuturnya sekalian menarik tangannya dari genggamanku. Kesempatan ini dia sukses melepaskannya. “Makanya jangan ngelamun dong. Kamu inget Ma si Novan ya?” godaku sekalian menepuk-nepuk lembut pundaknya. “Yee, tidak ada hubungan, tahu,” jawabnya cepat sekalian mencubit punggung lenganku yang masih ada dipundaknya.

Kami memang akrab, sebab umurku dengan ia cuma terpaut 4 tahun saja. Saya sekarang 27 tahun, istriku yang kakak ia 25 tahun, sedang adik iparku ini 23 tahun. “Mas bisa bertanya tidak. Kalau cowok sudah deket Ma teman cewek barunya, lupa tidak sich Ma pacarnya sendiri?” tanyanya mendadak sekalian menengadahkan mukanya ke arahku yang tetap berdiri semenjak barusan. Sekalian tanganku masih meminjat-mijat perlahan pundaknya, saya cuma menjawab, “Tergantung.” “Tergantung apa Mas?” desaknya seperti ingin tahu. “Tergantung, kalau si cowok ngerasa teman barunya itu lebih cantik dari pacarnya, ya dapat saja ia lupa Ma pacarnya,” jawabku sekenanya sekalian terkekeh. “Kalo Mas sendiri bagaimana? Misalnya gini, Mas memiliki teman cewek baru, trus tu cewek nyatanya lebih cantik dari pacar Mas. Mas dapat lupa tidak Ma cewek Mas?” bertanya ia. “Hehe,” saya cuma tertawa kecil saja dengar pertanyaan itu. “Yee, justru tertawa sich,” tuturnya sedikit cemberut. “Ya dapat saja dong. Faktanya saat ini saya deket Ma kamu, saya lupa deh kalau saya sudah memiliki istri,” jawabku sekalian ketawa. “Hah, awas lho ya. Nanti Yani bilangan lho Ma Mbak Ratri,” tuturnya sekalian meredam tawa. “Gih bilangin saja, memang kamu lebih cantik dari Mbak kamu kok,” kataku terbahak-bahak, sekalian tanganku mengelus-ngelus kepalanya. “Huu, Mas nih diberi pertanyaan serius justru becanda.” “Lho, saya memang serius kok Yen,” kataku sedikit berpura-pura serius.

Sekarang belaian tanganku di rambutnya, telah beralih sedikit jadi seperti remasan-remasan gemas. Ia mendadak berdiri. “Yani mo lanjutin masak nih Mas. Terima kasih ya dah diobatin,” tuturnya. Saya cuma biarkan saja ia pergi mengarah dapur kembali. Lama saya pandangi ia dari belakang, benar-benar cantik serta sintal sekali bodi ia. Demikian pikirku waktu itu. Saya dekati ia, kesempatan ini berpura-pura ingin menolong ia. “Sini agar saya membantu,” kataku sekalian mendapatkan beberapa lembar tempe dari tangannya. Yani seakan tidak ingin dibantu, dia berupaya tidak melepas tempe dari tangannya. “Udah ah, tidak perlu Mas,” tuturnya sekalian menarik tempe yang telah saya pegang beberapa. Waktu itu, tanpa ada kami ketahui nyatanya lumayan lama tangan kami sama-sama memegang. Yani terlihat sangsi untuk menarik tangannya dari genggamanku. Saya lihat mata ia, serta tanpa ada menyengaja pandangan kami sama-sama bertubrukan. Lama kami sama-sama berpandangan. Perlahan-lahan mukaku kudekatkan ke muka ia. Ia seperti terkejut dengan tingkahku kesempatan ini, tapi tidak berupaya sedikit juga menghindar. Kuraih kepala ia, serta kutarik sedikit supaya lebih mendekat ke mukaku. Cuma hitungan detik saja, sekarang bibiku telah sentuh bibirnya. “Maafin saya Yen,” bisiku sekalian terus berupaya mengulum bibir adik iparku ini. Yani tidak menjawab, tidak memberikan tanggapan atas ciumanku itu. Kucoba terus melumati bibir minimnya, tapi dia belum memberi tanggapan juga.

Tanganku tetap menggenggam sisi belakang kepala nya, sekalian kutekankan supaya mukanya makin rapat saja dengan mukaku. Sesaat tangaku yang satu, sekarang mulai kulingkarkan ke pinggulnya serta kupeluk ia. “Sshh,” Yani seperti mulai terlena dengan jilatan untuk jilatan lidahku yang terus sentuh serta menciumi bibirnya. Seperti tanpa ada dia ketahui, sekarang tangan Yani juga telah melingkar di pinggulku. Serta lumatanku juga telah mulai ditanggapi olehnya, walaupun masih ragu-ragu. “Sshh,” ia mendesah . Dengar itu, bibirku makin ganas saja menjilati bibir Yani. Perlahan-lahan tetapi tentu, sekarang ia mulai menyeimbangi ciumanku itu. Sesaat tangaku dengan liar meremas-remas rambutnya, serta yang satunya mulai meremas-remas pantat sintal adik iparku itu. “Aahh, mass,” kembali ia mendesah. Dengar desahan Yani, saya seperti makin edan saja melumati serta kadang-kadang menarik serta kadang-kadang mengisap-isap lidahnya. Yani makin kelihatan mulai terangsang oleh ciumanku. Dia kadang-kadang kelihatan menggelinjang sekalian kadang-kadang terdengar mendesah. “Mas, sudah ya Mas,” tuturnya sekalian berupaya menarik mukanya sedikit menjauh dari wajahku.

Saya hentikan ciumanku. Kuraih ke-2 tangannya serta kubimbing untuk melingkarkannya di leherku. Yani tidak menampik, dengan benar-benar ragu-ragu sekali dia melingkarkannya di leherku. “Yani takut Mas,” bisiknya tidak jauh dari ditelingaku. “Takut mengapa, Yen?” kataku 1/2 berbisik. “Yani tidak mau nyakitin hati Mbak Ratri Mas,” tuturnya lebih perlahan. Saya pandangi mata ia, ada kesungguhan saat dia menjelaskan kalimat paling akhir itu. Tetapi, kelihatannya saya tidak memperdulikan apa yang ia kuatirkan itu. Kuraih dagunya, serta kudekatkan bibirku ke bibirnya. Yani dengan masih menatapku tajam, tidak berupaya berontak saat bibir kami mulai bersentuhan kembali. Kucium kembali ia, serta ia juga perlahan mulai membalas ciumanku itu. Tanganku mulai meremas-remas kembali rambutnya. Serta, sekarang makin turun serta terus turun sampai berhenti persis dibagian pantatnya. Pantanya cuma terbalut celana pendek tipis saja waktu saya mulai meremas-remasnya dengan nakal. “Aahh, Mas,” desahnya. Dengar desahannya, tanganku makin liar saja mainkan pantat adik iparku itu. Sesaat tangaku yang satunya, masih berupaya mencari payudaranya dari balik kaos oblongnya. Ah, pada akhirnya kudapati buah dadanya yang mulai mengeras itu. Dengan urutan kami berdiri semacam itu, tangkai penisku yang telah menegang dari barusan ini, dengan gampang kugesek-gesekan persis di mulut vaginanya.

Walau masih saling terhalangi oleh celana kami masing-masing, tapi Yani kelihatannya bisa merasakan sekali tegangnya tangkai kemaluanku itu. “Aaooww Mas,” dia cuma berujar semacam itu saat makin kuliarkan pergerakan penisku persis dibagian vaginanya. Tanganku sekarang telah menggenggam sisi belakang celana pendeknya, serta perlahan mulai kuberanikan diri untuk coba merosotkannya. Yani kelihatannya tidak protes saat celana yang dia gunakan makin kulorotkan. Otakku makin ngeres saja saat semua celananya telah turun semua di lantai. Dia berupaya menaikan salah satunya kakinya untuk melepas lingkar celananya yang masih melekat di pergelangan kakinya. Selain itu, kami terus berpagutan seperti tidak ingin melepas bibir kami semasing. Dengan urutan Yani telah tidak bercelana , beberapa gerakan tanganku dibagian pantatnya makin kuliarkan saja.

Dia kadang-kadang menggelinjang waktu tanganku meremas-remasnya. Untuk percepat rangsangannya, saya capai salah satunya tangannya untuk menggenggam tangkai zakarku walau masih terhambat oleh celana jeansku. Perlahan-lahan tangannya terus kubimbing untuk membuka kancing dan turunkan resleting celanaku. Saya sedikit menolong untuk memudahkan pergerakan tangannya. Sesaat selanjutnya, tangannya mulai merosotkan celanaku. Serta oleh tanganku sendiri, kupercepat melepas celana yang kupakai, sekaligus juga celana dalamnya. Sekarang, masih juga dalam urutan berdiri, kami telah tidak menggunakan celana. Cuma kemejaku yang tutupi sisi atas badanku, serta sisi atas badan Yani juga masih ditutupi oleh kaosnya. Kami memang tidak buka itu. Tanganku kembali menuntun tangan Yani supaya memegangi tangkai zakarku yang telah menegang itu. Sekarang, dengan bebas Yani mulai memainkan tangkai zakarku serta mulai mengocok-ngocoknya perlahan-lahan. Ada seperti tegangan tinggi yang kurasakan waktu dia mengocok serta kadang-kadang meremas-remas biji pelerku itu. “Oohh,” tanpa ada sadar saya mengeluh sebab enaknya diremas-remas semacam itu. “Mas, sudah Mas. Yani takut Mas,” tuturnya sekalian sedikit renggangkan genggamannya di tangkai kemaluanku yang sangat menegang itu. “Aahh,” tetapi mendadak ia mengeluh sejadinya waktu salah satunya jariku sentuh klitorisnya.

Lubang vagina Yani sangat basah waktu itu. Saya seperti telah kerasukan setan, dengan liar kukeluar-masukan salah satunya jariku di lubang vaginanya. “Aaooww, mass, een, naakk..” tuturnya mulai meracau. Dengar itu, birahiku makin tidak teratasi saja. Perlahan-lahan kuraih tangkai kemaluanku dari genggamannya, serta kuarahkan dikit demi sedikit ke lubang kemaluan Yani yang sangat basah. “Aaoww, aaouuww,” erangnya panjang waktu kepala penisku kusentuh-sentukan persis di klitorisnya. “Please, jangan dimasukin Mas,” pinta Yani, waktu saya coba menggerakkan tangkai zakarku ke vaginanya. “Nggak Papah Yan, sebentaar saja,” pintaku sedikit berbisik ditelinganya. “Yani takut Mas,” tuturnya berbisik sekalian cukup banyak juga dia berupaya menghindari vaginanya dari kepala kontolku yang telah ada persis di mulut guanya. Tangan kiri Yani mulai meremas-remas pantatku, Sesaat tangan kanannya seperti tidak ingin terlepas dari tangkai kemaluanku itu. Sekedar untuk membuat sedikit tenang, saya sengaja tidak langsung memasukkan tangkai kemaluanku. Saya cuma minta dia memegangi saja. “Pegang saja Yan,” kataku perlahan.

Yani yang waktu itu sebetulnya telah kelihatan bernafsu sekali, cuma mengangguk perlahan sekalian menatapku tajam. Remasan untuk remasan jemari yani di tangkai zakarku, serta kadang-kadang di buah zakarnya, membuatku kelojotan. “Aku sudah tidak tahan sekali Yen,” bisikku perlahan. “Yani takut sekali Mas,” tuturnya sekalian mengocok-ngocok lembut kemaluanku itu. “Aahh,” saya cuma menjawabnya dengan erangan sebab enaknya dikocok-kocok oleh tangan lembut adik iparku itu. Kembali kami sama-sama berciuman, sesaat tangan kami repot dengan aktivitasnya masing-masing. Waktu bertepatan dengan ciuman kami yang makin menghangat, saya coba kembali untuk arahkan kepala kontolku ke lubang vaginanya. Sekarang, Yani tidak berontak . Kutekan pantat ia supaya makin maju, serta waktu bertepatan,tangan Yani yang sedang meremas-remas pantatku perlahan mulai mendorongnya maju pantatku. “Kita sekalian duduk, sayang,” ajakku sekalian menuntun ia ke bangku meja makan barusan. Saya ambil sikap duduk sekalian rapatkan ke-2 pahaku.

Sesaat Yani kududukan di atas ke-2 pahaku dengan urutan pahanya mengangkang. Sekalian kutarik supaya ia betul-betul duduk di pahaku, tanganku kembali arahkan tangkai kemaluanku yang tempatnya tegak berdiri itu supaya cocok dengan lubang vagina Yani. Dia kelihatannya pahami dengan maksudku, secara halus dia menggenggam tangkai kemaluanku sekalian berusaha mengepaskan urutan lubang vaginanya dengan tangkai kemaluanku. Serta bless, perlahan tangkai kemaluanku menyerang lubang vagina Yani. “Aahh, aaooww, mass,” Yani mengeluh sekalian kelojotan badannya. Kutekan pinggulnya supaya ia betul-betul mendesak pantatnya. Dengan begitu, tangkai kontolku akan melesak semua masuk ke lubang vaginanya. “Yaann,” kataku. “Aooww, ter, russ mass.., aahh..” pantatnya terus memutar seperti inul sedang ngebor. “Ohh, nik, nikmat sekali mass..” tuturnya sekalian bibirnya melumati mukaku. Hampir semua sisi muka aku waktu itu dia jilati. Untuk menyeimbangi dia, saya juga menjilati serta mengisap-isap puting susunya.

Darahku makin mendidih rasa-rasanya waktu pantatnya terus memutar-mutar menyeimbangi pergerakan turun-naik pantatku. “Mass, Yaa, Yaanii ingin,” tuturnya terputus. Saya makin kencang menaik-turunkan pergerakan pantatku. “Aaooww mass, please mass” erangnya makin tidak karuan. “Yaa, Yaanii mauu, kee, kkeeluaarr mass,” dia makin meracau. Tetapi mendadak, “Krriingg..” “Aaooww, Mas ada yang hadir Mas..” bisik Yani sekalian tanpa ada hentinya mengoyang-goyangkan pantatnya. “Yann,” suara satu orang menyebut di luar. “Cepetan membuka Yann, saya kepingin nih,” suara itu , yang tidak lain ialah suara Ratri kakaknya sekaligus juga istriku. “Hah, Mbak Ratri Mas,” tuturnya kaget. Yani seperti tersambar petir, dia langsung pucat serta berdiri melonjak mendapatkan celana dalam serta celana pendeknya yang tertinggal di lantai dapur. Sesaat saya tidak dapat mengatakan apa-apa, tidak hanya secepat-cepatnya mendapatkan celana serta menggunakannya. Selain itu suara bel serta pekikan istriku terus menyebut. “Yaann, tolong dong cepet membuka pintunya. Mbak ingin ke kamar nih,” teriak istriku di luar sana

Dia terus lari mengarah ke pintu depan, sesudah dinyatakan semua beres, dia buka pintu. Saya cepat-cepat lari mengarah ruangan tv serta langsung merebahkan tubuh di karpet supaya kelihatan seakan-akan sedang ketiduran. “Gila,” pikirku. “Huu, lama sekali sich membuka pintunya? Orang dah kebelet ke kamar mandi,” gerutu istriku pada Yani sekalian terus menyelong ke kamar mandi. “Iya sori, saya ketiduran Mbak,” kata Yani demikian istriku telah keluar dari kamar mandi. “Haa, leganyaa,” tuturnya sekalian mendapatkan gelas serta minum air yang disodorkan oleh adiknya. “Mas Jeje mana Yan?” “Tuh ketiduran disana barusan pulang dari kantor,” kata Yani sekalian menunjuk saya yang sedang berpura-pura tidur di karpet depan tv. “Ya ampun, Mas kok belum ganti pakaian sich?” kata istriku sekalian mengoyang-goyangkan tubuhku bermaksud membangunkan. “Pindah ke kamar gih Mas,” tuturnya . Saya berpura-pura ngucek-ngucek mata, supaya terlihat baru bangun beneran. Saya tidak langsung masuk kamar, tetapi menyolong ke dapur ambil air minum. “Lho katanya pulang nanti setelah magrib, kok baru jam 1/2 lima sudah pulang? Kamu pulang pakai apa?” tanyaku berbasa-basi pada istriku. “Nggak jadi rapatnya Mas. Pakai taksi baru saja,” jawab dia. “Lho, kamu masak toh Yan? Kok belum selesai gini dah ditinggal tidur sich?” kata istriku pada Yani sesudah lihat irisan-irisan tempe berantakan di meja dapur. “Mana amburadul, ,” tuturnya . “Iya barusan memang mo masak.

Tetapi tidak tahan ngantuk. Jadi kutinggal tidur saja deh,” Yani berupaya menjawab selayaknya sekalian senyum-senyum. Sore itu, tanpa ada mengganti bajunya dulu, pada akhirnya istrikulah yang meneruskan masak. Yani menolong sekedarnya. Selain itu, saya cuma cengar-cengir sendiri saja sekalian duduk di bangku yang barusan kupakai berdua dengan Yani bersetubuh, walaupun belum sampai puncaknya. “Waduh, kasihan Yani. Ia hampir saja sampai klimaksnya walau sebenarnya baru saja, eh keburu hadir nih mbaknya,” kataku sekalian nyengir lihat mereka berdua yang masak
          
www.poker899x.co


0 komentar:

Posting Komentar